
A. Pengertian Belajar
Beberapa definisi belajar diberikan oleh para ahli psikologi pendidikan. Menurut Mustaqin dan Wahid (1991:61) belajar adalah suatu proses aktif, yang dimaksud aktif disini bukan hanya aktivitas-aktivitas mentah seperti proses berfikir, mengingat dan sebagainya. Mudzakir & Sutrisno (1997:34) mendefinisikan belajar sebagai suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan didalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya. Sedangkan menurut Gagne dalam Nasution (2004:4.3) belajar itu merupakan suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk mengubah tingkah lakunya cukup cepat dan perubahan tersebut bersifat relatif tetap sehingga perubahan yang serupa tidak perlu terjadi berulang kali setiap menghadapi situasi yang baru.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang dapat berupa suatu kecakapan baru yang mengarah pada pencapaian tujuan. Tujuan kegiatan belajar adalah untuk mengadakan perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan, minat dan penyesuaian diri. Orang yang belajar akan berubah dari sifat buruk kesifat baik, kurang pandai menjadi pandai, sikap yang tidak baik menjadi baik. Termasuk perubahan dalam keterampilan, minat, penyesuaian diri dan kebiasaan. Berarti dengan belajar orang akan mendapatkan ilmu dan pengalaman kemudian dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian pula dengan pelajaran IPA. Belajar IPA tidak hanya mengetahui tetapi bagaimana mendapatkan ilmu pengetahuan dan dapat mengkaitkan dengan lingkungan kemudian dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Depdiknas (2002:3) dalam Khoiryah (2004:10) anak belajar itu dari mengalami sendiri, mengkonstruk pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Sedangkan tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar adalah (a) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, (b) Memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan tentang alam sekitar, (c) mampu menggunakan teknologi sederhana yang berguna untuk memecahkan suatu masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, (d) mengenal dan dapat memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar sehingga menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa (Depdiknas 2008:485).
Jadi, dalam pembelajaran siswa banyak terlibat di dalamnya karena siswa adalah orang yang belajar. Sebagai siswa berkewajiban menjalankan tugas belajarnya, sehingga akan mendapatkan pengalaman yang sangat berarti dan tidak hanya mendapatkan informasi yang datangnya dari guru saja tetapi ia dapat mengkonstruk sendiri ilmu yang dipelajarinya kemudian siswa dapat belajar secara mandiri dan menggunakan strategi dalam belajar. Dengan mendapatkan pengalaman yang berharga siswa akan termotivasi untuk belajar.
B. Proses Belajar Mengajar IPA
Sekolah adalah salah satu lembaga dimana proses belajar mengajar itu terjadi. Sekolah memiliki tugas untuk memberikan pengajaran dan pendidikan kepada anak-anak didiknya supaya menjadi orang yang berguna bagi dirinya, orang tuanya, agama, bangsa, dan negaranya. Mereka disekolah, belajar bersama dengan guru tetapi bukan berarti belajar berpusat pada guru. Tugas guru adalah mengatur strategi belajar, membantu menghubungkan pengetahuan lama dan baru, serta memfasilitasi belajar (Depdiknas, 2002:4) dalam Khoiryah (2004:11).
Interaksi antara guru dengan siswa sangat penting untuk mencapai tujuan proses belajar mengajar. Agar terjadi interaksi yang baik guru harus dapat memilih strategi, media, serta metode yang tepat. Belajar dengan menggunakan strategi, media, serta metode yang tepat akan menyebabkan siswa belajar secara efektif. Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa, pengajaran harus berpusat pada “bagaimana cara” siswa menggunakan pengetahuan baru mereka, umpan balik amat penting bagi siswa yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar serta menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok penting (Depdiknas, 2002:5) dalam Khoiryah (2004:11).
Dalam proses belajar mengajar IPA, pembelajaran berpusat pada siswa sangat cocok untuk dilakukan IPA merupakan suatu cara berpikir, suatu metode untuk melakukan penyelidikan, dan suatu tubuh pengetahuan tentang mahluk hidup dan kehidupannya. Belajar IPA bukan hanya sekedar usaha mencari dan mengumpulkan pengetahuan tentang alam, melainkan juga usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap, keterampilan berpikir, serta meningkatkan ketrampilan untuk menjalankan metode penyelidikan ilmiah dalam bidang IPA (Susanto, 1999:5) dalam Khoiryah (2004:11-12).
Jadi, dalam proses belajar mengajar IPA peran guru adalah sebagai fasilitator untuk mengarahkan siswa supaya dapat mengumpulkan pengetahuan, mengembangkan sikap yang baik, keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan yang penting adalah mengarahkan siswa untuk belajar sehingga tujuan proses belajar mengajar tercapai.
Dalam proses belajar mengajar semua aktivitas siswa dapat dikumpulkan dalam bentuk bukti-bukti belajar. Bukti-bukti pelajar yang dikumpulkan pada saat proses belajar mengajar dapat digunakan siswa untuk mengetahui perkembangan dirinya sehingga dapat meningkatkan belajarnya. Bagi guru, bukti belajar siswa dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan anak didiknya sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk memperbaiki pembelajaran yang dilaksanakan.
C. Motivasi Belajar
Menurut Winkel (1996:150) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan menjamin kelangsungan belajar itu demi tercapainya tujuan Anderson, C R dan Faust, G. W (1979) dalam Prayitno (1989:10) mengemukakan bahwa motivasi dalam belajar menampakkan minat yang besar dan perhatian yang penuh terhadap tugas-tugas belajar. Mereka memusatkan sebanyak mungkin energi fisik maupun psikis terhadap kegiatan tanpa mengenal perasaan bosan, apalagi menyerah. Siswa yang memiliki motivasi yang rendah biasanya enggan, cepat bosan dan berusaha meghindar dari kegiatan belajar. Motivasi ada dua yaitu motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang menjadi aktif atau berfungsi tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seorang yang senang mambaca, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Motivasi ekstrinsik adalah daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang menjadi aktif atau berfungsi karena adanya rangsangan dari luar. Sebagai contoh : Siswa rajin untuk memperoleh hadiah yang telah dijanjikan kepadanya kalau berhasil baik (Sardiman, 1986:88-90).
Motivasi belajar merupakan hal yang amat penting bagi kelangsungan belajar dan peningkatan prestasi belajar. Upaya peningkatan motivasi belajar perlu dijadikan prioritas diantara seluruh kinerja sekolah. Guru mungkin sangat menguasai bahan pelajaran dan teknik pembelajaran tetapi jika mereka tidak mengetahui bagaimana cara meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar, maka usaha-usaha yang mereka lakukan akan sia-sia (Louisell dan Descamps dalam Susanto, 1999:28) dalam Khoiryah, 2004:13)
Menurut Susanto (1999:28) dalam Khoiryah (2004:13) motivasi belajar bisa ditandai dengan 6 macam tingkah laku atau dimensi pada diri siswa, sebagai berikut.
- Perhatian. Motivasi belajar siswa tinggi jika mereka memusatkan perhatian pada kegiatan belajar lebih besar dari pada tingkah laku yang bukan kegiatan belajar.
- Waktu belajar. Siswa mempunyai motivasi belajar tinggi jika siswa menghabiskan waktu yang cukup untuk kegiatan belajar.
- Usaha. Siswa mempunyai motivasi belajar tinggi jika mereka bekerja secara intensif, mengeluarkan banyak energi dan kemampuan untuk menyelesaikannya.
- Irama perasaan. Siswa mempunyai motivasi tinggi jika siswa merasa gembira, mempunyai keyakinan diri dan tegar pada situasi belajar yang ada.
- Ekstensi. Dalam hal ini motivasi belajar dapat ditandai dengan apakah siswa melakukan kegiatan belajar pada jam-jam bebas pelajaran atau istirahat.
- Penampilan. Motivasi belajar ditunjukan dengan selesaikannya tugas belajar.
Stipek & Hunter (lousiell & Descamps, 1992) dalam Susanto (1999:29) dalam Khoiryah (2004:14) mengajukan sepuluh cara yang digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, yaitu :
- Menjadikan tugas menantang. Tugas menantang adalah tugas yang siswa dapat memperkirakan untuk mengerjakan sesuai dengan kemampuannya.
- Mengurangi penekanan belajar pada tes penilaian. Pemberian tes ternyata tidak menjadi tantangan bagi siswa untuk belajar.
- Memberi bantuan tetapi tidak overaktif.
- Mengubah motivasi ekstrinsik menjadi intrinsik.
- memberi hadiah. Motivasi yang bersifat ekstrinsik mungkin cocok diberikan untuk usaha dan penampilan kerja yang istimewa misal Juara Kelas.
- Menaruh harapan tinggi pada semua siswa.
- Memberitahukan hasil belajar.
- Mempromosikan keberhasilan untuk semua anggota kelas.
- Meningkatkan persepsi siswa sebagai kontrol.
- Mengubah struktur tujuan penghargaan kelas.
D. Belajar Mandiri (Self Regulated Learning)
Belajar mandiri atau pembelajaran dengan pengaturan diri dalam istilah lain disebut dengan Self Regulated Learning. Salah satu konsep kunci dari teori belajar konstruktivis adalah mengatur visi atau wawasan siswa ideal sebagai seorang pelajar yang memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri atau Self Regulated Learning (Weinstein & McCombs, 1995) dalam Slavin (2000:12) dalam Khoiryah (2004:15). Istilah belajar mandiri ini mulai populer sejak tahun 1980-an karena belajar mandiri menggarisbawahi pentingnya otonomi dan tanggung jawab pribadi bagi kegiatan belajarnya.
Menurut Wilson (1997) dalam Susilo (2004:3) dalam Khoiryah (2004:15) belajar mandiri adalah salah satu dari beberapa strategi belajar yang dapat dipilih seorang pebelajar. Menurut Zimmerman (1990) dalam Wilson (1997) dalam Susilo (2004:3) dalam Khoiryah (2004:15) belajar mandiri dicirikan oleh siswa yang dapat menyikapi tugas-tugas pendidikan dengan penuh kepercayaan diri (confidence), kerajinan, dan ketekunan serta kepanjangan akal daya (resourcelness). Mereka sadar mengenai apa yang mereka ketahui. Mereka mecari informasi apabila diperlukan untuk menguasainya. Apabila mereka menemukan hambatan seperti misalnya kondisi belajar yang kurang mendukung, dan buku teks yang sulit dipahami, mereka tetap menemukan jalan untuk sukses. Winne (1997) dalam Sunawan (2003:18) dalam Khoiryah (2004:15) menjelaskan bahwa topik-topik yang dikaji dalam belajar mandiri meliputi strategi kognitif, cara belajar, dan belajar sepanjang hayat (life-long learning).
Siswa yang belajar mandiri termotivasi oleh belajar itu sendiri, tidak hanya karena nilai atau motivator eksternal yang lain. Mereka tetap mampu menekuni tugas berjangka panjang sampai tugas itu terselesaikan. Apabila siswa memiliki dua-duanya, baik strategi belajar yang efektif dan motivasi serta tekun menerapkan strategi itu sampai pekerjaan terselesaikan demi kepuasan mereka, maka kemungkinan sekali mereka adalah pelajar yang efektif dan memiliki motivasi abadi untuk belajar (Corno & Kanfer, 1995 dalam Nur & Wihandari, 2000:13) dalam Khoiryah (2004:17)
Paris dan Winograd (2002:193) dalam khoiryah (2004:17) menjabarkan bahwa karaktristik yang paling pokok dari siswa yang melaksanakan belajar mandiri ada tiga, yaitu (a) kesadaran berfikir, (b) menggunakan strategi, dan (c) motivasi yang terpelihara.
Ketiga karaktristik belajar mandiri dijabarkan sebagai berikut :
a. Kesadaran Berpikir (Awereness of Thinking)
Kesadaran ini berkaitan dengan kesadaran mengenai cara berpikir yang efektif dan analisis yang sesuai dengan kebiasaan berpikirnya.
b. Menggunakan Strategi (Using Strategies)
Karakteristik yang kedua ini berkaitan dengan pemahaman siswa terhadap strategi dalam belajar, mengontrol emosi, dan mecapai tujuan. Hal ini berarti “being strategic” bukan sekedar memiliki (“having”)strategi (Paris & winograd(2002:193).
c. Motivasi yang terpelihara (Sustained Motivasion)
Motivasi menjadi karaktristik yang ketiga karena dalam belajar mandiri siswa memerlukan motivasi yang terpelihara. Menurut Susilo (2004:4) dalam Khoiryah (2004:18) pebelajar mandiri memiliki kemampuan untuk belajar atau untuk belajar secara lebih baik. Motivasi belajar ini dapat berasal dari pengakuan mereka atas pentingnya tugas yang diberikan dan sebagai hasil dari perkembangan diri. Menurut Shunk (1991) dalam Paris & Winograd (2002) dalam Khoiryah (2004:18), motivasi siwa akan diperkuat atau dipertinggi apabila mereka berpendapat bahwa mereka mengalami kemajuan dalam belajar. Melalui refleksi mengenai kemajuan dalam belajar yang mereka peroleh, pebelajar mandiri dapat terus menerus memelihara motivasi belajarnya.
Paris & Winograd (2002) dalam Susilo (2004:7) dalam Khoiryah (2004:19) mengemukakan bahwa belajar mandiri dapat dilatihkan melalui tiga cara yaitu (a) secara langsung melalui perintah secara eksplisit untuk melakukan refleksi yang terarah maupun melalui diskusi metakognitif, (b) secara tidak langsung melalui pemodelan oleh dosen atau guru ataupun melalui kegiatan yang memerlukan analisis secara refleksi kegiatan belajar, (c) dengan mengases, membuat charta kemajuan dan mendiskusikan bukti-bukti perkembangan diri.
Secara tidak langsung kegiatan belajar mandiri dapat digalakkan melalui modeling dan kegiatan-kegiatan yang memerlukan analisis reflektif hasil belajar. Kegiatan di kelas yang secara tidak langsung melatih belajar mandiri adalah penulisan jurnal, konferensi, dan pembuatan portofolio yang menyebabkan timbulnya refleksi dan pemahaman metakognitif, dan melalui kegiatan-kegiatan yang memungkinkan siswa belajar melalui pengembangannya siswa memikirkan bagaimana mengorganisasi dan mengelola portofolio, apa saja sampel hasil kerja yang perlu dimasukkan ke dalamnya. Portofolio dapat menjadi contoh alat asesmen yang juga menggalakkan belajar mandiri (Paris & Winograd, 2002 dalam Susilo, 2004:8 dalam Khoiryah, 2004:19).
E. Portofolio
Portofolio adalah suatu wadah yang berisi kumpulan bukti yang dikumpulkan untuk tujuan tertentu (Collins, 1992 dalam Sunarmi & Prasetyo, 2003:71) dalam Khoiryah, (2004:20). Bukti ini berupa dokumen yang dapat digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menyimpulkan mengenai pengetahuan, keterampilan dan watak penyusunnya (Susilo,2003:23) dalam Khoiryah (2004:20). Kumpulan hasil kerja ini memperlihatkan prestasi dan keterampilan seseorang. Hal penting yang menjadi ciri dari portofolio adalah hasil kerja tersebut harus diperbaharui sebagaimana prestasi dan keterampilan seseorang mengalami perkembangan (Depdiknas,2003:20) dalam Khoiryah(2004:20).
Dalam dunia pendidikan, portofolio merupakan kumpulan hasil kerja yang sistematis. Kumpulan hasil kerja ini memperlihatkan perkembangan prestasi siswa. Hasil kerja siswa yang diperbaruhi dan berkelanjutan akan memperlihatkan perkembangan keterampilan atau kemampuan siswa yang tidak dapat terlihat dari pengujian kumpulan hasil kerja siswa itu merupakan refleksi perkembangan berfikir mereka. Disamping itu, kumpulan kerja yang berkelanjutan itu akan lebih memperkuat hubungan pembelajaran dan penilaian hasil kerja yang terus menerus sebaiknya dijadikan titik sentral program pengajaran karena penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran hasil kerja tersebut harus selalu di beri tanggal sehingga dapat terlihat perbedaan-perbedaan kualitas dari waktu-kewaktu (Depdiknas, 2003b:20) dalam Khoiryah (2004:20). Yang menjadi pertimbangan utama adalah guru menggunakan penilaian portofolio sebagai bagian integral dari proses pembelajaran karena nilai diagnostik portofolio sangat besar bagi guru.
Terdapat dua hal yang harus dibedakan dalam penyusunan suatu portofolio yaitu, berkaitan dengan tujuan dan penggunaannya. Tujuan penyusunan portofolio adalah suatu pernyataan yang tegas mengenai untuk menyatakan pengetahuan dan keterampilan apakah bukti-bukti berupa dokumen didalam portofolio tersebut, sedangkan penggunaan portofolio itu dimanfaatkan (Susilo, 2003:23) dalam Khoiryah (2004:21).
Menurut Collin (1992) dalam sunarmi dan Prasetyo (2003:72) dalam Khoiryah (2004:21) bahwa portofolio itu dibuat dengan tujuan tertentu menyebabkan proses pengembangannya menjadi bebas dan terbatas. Untuk perancangnya yaitu penentu aspek tujuan dan penggunaannya, aspek yang menjadikan beban adalah bahwa kemungkinan pemanfaatan portofolio ini sangatlah beranekaragam, hanya dibatasi oleh imajinasi. Sedangkan keterbatasanya ada dua yaitu : harus jelas tujuan pembentukannya dan disebutkan secara eksplisil, karena itu juga diberikan batas waktu, biaya, kesempatan dan kemampuan penyusunnya. Bagi pengembangnya, yaitu orang yang mengumpulkan dan menyajikan bukti-bukti ini. Pengembangan portofolio itu bebas dan terbatas karena tujuan dan kriteria penyusunnya sudah diketahui pada awal proses.
Tujuan penyusunan portofolio ini adalah sebagai bukti belajar dalam pembelajaran IPA. Sedangkan portofolio yang dimaksud berisi kumpulan bukti proses dan hasil belajar ini adalah untuk dijadikan sarana refleksi atau intropeksi bagi siswa mengenai kemajuan kemampuannya dalam mempelajari IPA, untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi guru untuk menilai pengetahuan sikap dan keterampilan penyusunnya dalam rangka pemberian nilai pembelajaran IPA, dan dijadikan sarana belajar siswa karena melalui pengembanganya siswa memikirkan bagaimana mengorganisasi dan mengelola portofolio apa saja sampel hasil kerja yang perlu dimasukkan ke dalamnya.
Referensi:
- Depdiknas. (2008). Model Silabus Tematik Kelas III. Jakarta : Departemen Pendidikan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
- Depdiknas. (2008). Kurikulum KTSP Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA SD, MI, SDLB. Jakarta : Depdiknas.
- Khoiryah, N. (2004). Penggunaan portofolio dalam belajar mandiri untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar konsep ciri-ciri makhluk hidup siswa kelas K SMPN 2 Beji Pasuruan. Malang. Skripsi tidak diterbitkan.
- Mudzakir, A & Sutrisno, J. (1997). Psikologi Pendidikan Bandung. CV. Pustaka. Setia.
- Mustaqim & Wikandari, P.R (2000). Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya : Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah UNESA
- Nasution, Noehi, dkk. (2004). Pendidikan IPA di SD. Jakarta: Universitas terbuka
- Prayitno, E. (1998). Motivasi dalam Belajar – Jakarta : Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Dirjen Dikti Departemen P & K
- Sarjan, dkk. (2004). Sains Untuk Sekolah Dasar Kelas III. Klaten : Sahabat
- Sardiman, A.M. (1999). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali Pers Jakarta
- Winkel, W.S (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana
- Wardani, I G A K, dkk. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka
- Wardani, I G A K, dkk. (2007). Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta : Universitas Terbuka