Makalah Baik dan Buruk


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Baik dan buruk merupakan dua istilah yang banyak digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang dilakukan seseorang. Kita misalnya mengatakan orang itu baik atau mengatakan orang itu buruk. Pada saat kita menentukan baik atau buruk kita harus menentukan patokan atau indikator yang pasti. Pengertian baik dan buruk juga perlu kita ketahui agar kita juga lebih paham tentang baik dan buruk.

Kalau ada kasus perjudian, semua orang pasti sepakat bahwa itu adalah perbuatan buruk. Namun demikian kalau kita tanya masing-masing orang atau anggota masyarakat tentang perbuatan tersebut, ternyata reaksi mereka tidak sama. Penilaian dan reaksi terhadap kasus perjudian antara orang yang taat beragama dengan orang yang kurang taat beragama jelas akan berbeda.

Banyak patokan yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk. Seperti halnya dengan aliran-aliran filsafat,mereka juga berbeda-beda dalam menentukan patokan baik dan buruk yang masing-masing ada kelebihan dan kelemahannya. Ada tujuh aliran atau paham yang menjadi bahasan makalah ini. Paham-paham itu antara lain: paham adat-istiadat, paham hedonisme, paham intuisisme, paham utilitarianisme, paham vitalisme, religiosisme, paham evolusi. Masing-masing aliran ini memiliki pengertian dan pandangan sendiri-sendiri mengenai baik dan buruk.

Islam yang ajarannya bersumber dari wahyu Allah yaitu Al-Qur’an yang penjabarannya dilakukan oleh Nabi Muhammad juga banyak membahas tentang baik dan buruk. Penentuan baik dan buruk dalam ajaran agama Islam harus di dasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Ada istilah-istilah dalam Islam yang mengacu kepada yang baik, misalnya adalah hasanah, thayyibah, karimah, mahmudah, azizah, al birr. Dan ternyata yang  paling lengkap dan komprehensif dalam menentukan baik dan buruk adalah ajaran Islam, dibanding paham-paham yang disebutkan diatas. Ajaran Islam bersifat universal, namun tetap sejalan dengan kekhususan yang terdapat pada nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat.

Baik dan buruk dalam makalah ini berkaitan dengan akhlak manusia. Yang menjadi bahasan adalah baik dan buruknya perbuatan manusia terhadap sesama manusia, dengan lingkungan dan dengan Tuhan. Kebanyakan orang berpendapat bahwa akhlak manusia tidak dapat di ubah sebagaiman bentuk badan yang tidak bisa di ubah. Anggapan seperti itu sangat keliru. Hewan saja dapat kita latih sesuai keinginan kita, misalnya anjing dapat menuruti perintah kita. Banyak hewan-hewan liar dan buas lainnya yang bisa hilang atau berkurang sifat liarnya dan bisa melaksanakan apa yang kita perintahkan. Kalau hewan saja bisa berubah sifatnya apalagi manusia yang mempunyai akal yang jauh lebih tinggi dari hewan. Hanya saja tabiat manusia ada yang cepat berubah dan ada juga yang sulit diubah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat ditentukan rumusan-rumusan masalahnya, antara lain:
1. Apakah yang dimaksud baik dan buruk itu?
2. Apa ukuran atau indikator yang digunakan untuk menilai baik dan buruk itu?
3. Bagaimana pandangan Islam mengenai baik dan buruk?


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Baik dan Buruk
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam Bahasa Arab dan good dalam Bahasa Inggris. Menurut Ahmad Charris Zubair, secara umum  yang disebut baik atau kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Menurut H. Abuddin Nata baik atau kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermatabat, menyenangkan dan disukai manusia. Definisi kebaikan terkesan memusat dan bertolak dari sesuatu yang menguntungkan dasn membahagiakan manusia. Pengertian baik yang demikian tidak ada salahnya karena secara fitrah manusia memang menyukai hal-hal yang menyenangkan dan membahagiakan dirinya. Kesempurnaan, keharuan, kepuasan, kesenangan, kesesuaian, kebenaran, kesesuaian dengan keinginan mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang dan bahagia dan yang sejalan dengan itu adalah merupakan sesuatu yang dicari dan diusahakan manusia, karena semua itu dianggap sebagai yang baik atau mendatangkan kebaikan bagi dirinya.

Mengetahui sesuatu yang baik sebagaimana disebutkan di atas akan mempermudah dalam mengetahui yang buruk. Dalam Bahasa Arab, yang buruk itu dikenal dengan istilah syarr,dan diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, atau yang tidak seperti yang seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, di bawah standar, kurang dalam nilai, tak mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak di setujui, tidak diterima, sesuatu yang tercela, lawan dari baik dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia.

Beberapa definisi tersebut memberi kesan bahwa sesuatu yang disebut baik dan buruk itu relatif karena bergantung pada pandangan dan penilaian masing-masing yang merumuskannya. Dengan demikian nilai baik dan buruk menurut pengertian tersebut bersifat subyektif, karena bergantung pada individu yang menilainya.

B. Baik dan Buruk Menurut Aliran-Aliran Filsafat 
Sejalan dengan perkembangan fikiran manusia, berkembang pula patokan yang digunakan orang dalam menentukan baik dan buruk. Keadaan ini menurut Poedjawijayatna berhubungan rapat dengan pandangan filsafat tentang manusia (antropologia metafisika) dan ini tergantung pula dari metafisika pada umumnya.
Aliran-aliran filsafat yang yang mempengaruhi dalam penentuan baik dan buruk adalah aliran adat-istiadat (sosialisme), hedonisme, intuisisme (humanisme), utilitarianisme, vitalisme, religiosisme, evolusi.

1.  Baik dan Buruk Menurut Aliran Adat-Istiadat (Sosialisme)
Menurut aliran ini baik atau buruk ditentukan berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat. Orang yang megikuti dan berpegang teguh pada adat dipandang baik, dan orang yang menentang dan tidak mengikuti adat-istiadat dipandang buruk, dan kalau perlu dihukum secara adat.

Di dalam masyarakat kita jumpai adat-istiadat yang berkenaan dengan cara berpakaian, makan, minum, bercakap-cakap, bertandang dan sebagainya. Orang-orang yang mengikuti cara-cara demikian itulah yang dianggap sebagai orang baik, dan yang menyalahinya adalah orang yang buruk.
Kelompok yang menilai baik dan buruk berdasarkan adat-istiadat ini dalam tinjauan filsafat dikenal dengan istilah aliran sosialisme. Munculnya aliran ini bertolak dari anggapan karena masyarakat itu terdiri dari manusia, maka ada yang berpendapat bahwa masyarakatlah yang menentukan baik dan buruknya tindakan manusia yang menjadi anggotanya. Lebih jelas lagi apa yang lazim dianggap baik oleh masyarakat tertentu, itulah yang baik. Inilah yang disebut ukuran sosialistis dalam etika.
Aliran ini banyak mengandung kebenaran, hanya secara ilmiah kurang memuaskan, karena tidak umum. Kerapkali suatu adat kebiasaan dalam suatu masyarakat dianggap baik sedangkan dalam masyarakat lain dianggap kurang baik. Misalnya adat timur berbeda dengan adat barat. Adat-istiadat itu sulit untuk dijadikan ukuran umum karena tidak umum. Tapi hal ini dapat dimaklumi karena adat-istiadat pada hakikatnya produk budaya manusia yang bersifat relatif. Namun demikian keberadan faham adat-istiadat ini menunjukkan eksistensi dan peran moral dalam masyarakat

2. Baik dan Buruk Menurut Aliran Hedonisme.
 Aliran Hedonisme adalah aliran filsafat yang terhitung tua, karena berakar pada pemikiran filsafat Yunani, khususnya pemikiran Epicurus (341-270 SM), yang selanjutnya dikembangkan oleh Cyrenics dan belakangan ditumbuh kembangkan oleh Freud.

Menurut faham ini perbuatan baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan, dan kepuasa nafsu biologis. Aliran ini tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan, namun ada pula yang mendaangkan kepedihan, dan apabila dia disuruh memilih manakah perbuatan yang harus dilakukan, maka yang dilakukan adalah yang mendatangkan kelezatan. Epicurus sebagai peletah dasar faham ini mengatakan bahwa kebahagiaan atau kelezatan itu adalah tujuan manusia.

Epicurus lebih mementingkan kelezatan akal dan rohani ketimbang kelezatan badan, karena badan itu terasa dengan lezat dan derita selama adanya kelezatan dan penderitaan itu saja. Yang merancang dan merencanakan kelezatan adalah akal dan rohani. Oleh karena itu kelezatan akal dan rohani lebih kekal dari kelezatan badan.

Walaupun Epicurus menguamakan kelezatan rohani dan akal dari pada kelezatan badan namun kenyataannya saat ini banyak orang yang mengutamakan kelezatan badan. Munculnya berbagai produk makanan, minuman berakohol, pergaulan bebas dan banyak lagi yang lainnya jelas diarahkan untuk memenuhi kepuasan dan kelezatan hawa nafsu.

3. Baik dan Buruk Menurut Paham Intuisisme (Humanisme)
Intuisi adalah kekuatan batin yang dapat menentukan sesuatu yang baik atau buruk dengan sekilas tanpa melihat akibatnya . Kekuatan bathin adalah merupakan potensi kerohaniahan yang secara fitrah berada pada diri setiap orang. Paham ini berpendapat bahwa setiap manusia mempunyai kekuatan insting batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang.

Menurut paham ini perbuaatan baik adalah perbuatan yang sesuai dengan penilaian yang diberikan oleh hati nurani atau kekuatan batin yang ada pada dirinya. Dan sebaliknya perbuatan buruk adalah perbuatan yang menurut hati nurani atau kekuatan batin dipandang buruk. Paham ini selanjutnya dikenal dengan paham humanisme. Dengan demikian ukuran baik buruk suatu perbuatan menurut paham ini adalah suatu tindakan yang sesuai dengan derajat manusia, dan tidak menentang atau mengurangi keputusan hati. Secara batin setiap orang pasti tidak akan dapat membohongi kata hatinya. Jika suatau ketika seseorang mengatakan sesuatu yang bukan sebenarnya, hal demikian hanya dapat dilakukan atau diterima oleh ucapannya, tapi kata hatinya tetap tidak mengakui kebohongan itu.

Penentuan baik buruk berdasarkan intuisi ini dapat menghasilkan penentuan baik dan buruk secara universal atau berlaku bagi masyarakat umum. Hal ini dapat kita pahami, karena manusia betapapun ia memiliki tempat tinggal, kebangsaan, ras, agama dan lainnya berbeda,tetapi potensi batin atau kekuatan hatinya adalah sama. Penentuan baik buruk perbuatan melalui kata hati yang dibimbing oleh ilham atau intuisi ini banyak dianut dan dikembangkan oleh para pemikir akhlak dari kalangan Islam.

4. Baik dan Buruk Menurut Paham Utilitarianisme
Secara harfiah utilis berarti berguna. Menurut paham ini bahwa yang baik adalah yang berguna. Jika ukuran ini berlaku bagi perorangan, disebut individual, dan jika berlaku bagi masyarakat dan negara disebut sosial.

Paham penentuan baik dan buruk berdasarkan nilai guna ini mendapatkan perhatian dimasa sekarang. Paham ini terkadang cenderung ekstrem dan melihat kegunaan hanya dari sudut pandang materialistik.

Selain itu paham ini juga dapat menggunakan apa saja yang dianggap ada gunanya. Padahal kegunaan dalam arti bermanfaat yang tidak hanya berhubungan denga materi melainkan juga dengan yang bersifat rohani bisa diterima. Dan kegunaan juga bisa diterima jika yang digunakan itu hal-hal yang tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. Nabi menilai bahwa orang yang baik adalahborang yang memberi manfaat pada yang lainya. (HR. Bukhari).

5. Baik dan Buruk Menurut Paham Vitalisme 
Menurut paham ini yang baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah dianggap sebagai yang baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap binatang, dan berlaku siapa yang kuat dan menang itulah yang baik. Paham vitalisme ini pernah dipraktekan penguasa pada zaman feodalisme terhadap kaum yang lemah dan bodoh. Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki ia mengembangkan pola hidup feodalisme, kolonialisme, diktator, dan tirani. Kekuatan dan kekuasaan menjadi lambang dan setatus sosial untuk dihormati.

Dalam masyarakat sudah maju, dimana ilmu pengetahuan dan keterampilan sudah mulai banyak dimiliki oleh masyarakat, paham vitalisme tidak akan mendapat tempat lagi dan digeser dengan pandangan lain yang bersifat demokratis.

6. Baik dan Buruk Menurut Paham Religiosisme
Menurut paham ini yang dikatakan baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam paham ini keyakinan teologis, yakni keimanan kepada Tuhan sangat memegang peranan penting karena tidak mungkin orang mau berbuat sesuai kehendak Tuhan, jika yang berssangkutan tidak beriman kepada-Nya. Menurut Poedjawiajatna aliran ini dianggap yang paling baik dalam praktek. Namun terdapat pula keberatan terhadap aliran ini, yaitu karena ketidakumuman  dari ukuran baik dan buruk yang digunakannya.
Diketahui bahwa di dunia ini terdapat bermacam-macam agama, dan masing-masing agama menetukan baik dan buruk menurut ukuran masing-masing. Agama Hindu, Budha, Yahudi, Kristen dan Islam, misalnya, masing-masing memiliki pandangan dan tolok ukur tentang baik dan buruk yang berbeda-beda. Menurut Poedjawijatna bahwa pedoman itu tidak sama, malahan disana sini tampak bertentangan: misalnya tentang poligami, talak dan rujuk, aturan makan dan minum, hubungan suami istri dan sebagainya.

7. Baik dan Buruk Menurut Paham Evolusi (Evolution)
Pengikut paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaannya. Pendapat seperti ini bukan hanya berlaku bagi benda-benda yang tampak, seperti manusia, hewan dan tumbuhan, tetapi juga berlaku pada benda yang tak dapat diraba atau diraba oleh indera seperti akhlak dan moral.
Herbert Spencer (1820-1903) mengatakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana, kemudian berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan kearah cita-cita yang dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik jika berdekatan dengan cita-cita itu dan buruk jika jauh dari padanya. Sedangkan tujuan manusia dalam hidup ini adalah mencapai cita-cita atau paling tidak mendekatinya sedikit mungkin. Jadi suatu perbuatan dikatakan baik apabila menghasilkan kelezatan dan bahagia dan ini bisa terjadi bila cocok dengan keadaan sekitarnya.
Berubah dan berkembangnya ketentuan baik dan buruk sesuai perkembangan alam ini akan berakibat menyesatkan, karena ada yang dikembangkan itu boleh jadi tidah sesuai dengan norma berlaku secara umum dan telah diakui kebenarannya.

C. Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam
Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber dari wahyu Allah SWT, Al-Qur’an yang dalam penjabarannya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak dalam ajaran Islam mendapat perhatian yang begitu besar.

Menurut ajaran Islam penetuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dalam Al-Qur’an maupun Hadits dapat dijumpai berbagai Istilah yang mengacu kepada baik, dan ada pula istilah yang mengacu kepada yang buruk. Diantara istilah yang mengacu kepada yang baik misalnya al-hasanah, thayyibah, khairah, karimah, mahmudah, azizah dan al-birr.
Al-hasanah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai atau dipandang baik. Yang termasuk al-hasanah misalnya keuntungan, kelapangan rezeki dan kemenangan. Lawan dari al-hasanah adalah al-sayyiah,dan yang termasuk dalam al-sayyiah misalnya kesempitan, kelaparan dan keterbelakangan.
Thayyibah khusus digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang memberikan kelezatan kepada panca indera dan jiwa, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya. Lawannya adalah al-qabibah yang artinya buruk.

Al-khair digunakan untuk menunjukan sesuatu yang baik oleh seluruh umat manusia, seperti berakal, adil, keutamaan, dan segala sesuatu yang bermanfaat. Lawannya adalah al-syarr.
Al-karimah digunakan untuk menunjukkan pada perbuatan dan akhlak yang yang terpuji yang ditampakkan dalam kenyataan hidup sehari-hari. Selanjutnya kata al-karimah ini digunakan untuk menunjukkan perbuatan terpuji yang sekalanya besar, seperti menafkahkan harta di jalan Allah, berbuat baik kepada kedua orang tua dan lain sebagainya.

Al-mahmudah digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang utama sebagai akibat dari melakukan sesuatu yang di sukai oleh Allah SWT. Dengan demikian kata al-mahmudah lebih menunjukkan pada kebaikan yang bersifat batin dan spiritual.

Al-birr digunakan untuk menunjukkan pada upaya untuk memperluas atau memperbanyak melakukan perbuatan yang baik. Kata tersebut kadang digunakan sebagai sifat Allah, dan kadang juga untuk manusia. Al-bir juga dihubungkan dengan ketenangan jiwa dan akhlak yang baik dan merupakan lawan dari dosa.

Penjelasan tentang sesuatu yang baik menurut ajaran agama Islam jauh lebih lengkap dan komprehensif dibandingkan dengan arti kebaikan sebelumnya. Berbagai istilah yang mengacu kepada kebaikan itu menunjukkan bahwa kebaikan dalam pandangan Islam meliputi kebaikan yang bermanfaat bagi fisik, rohani, jiwa, kesejahteraan, di dunia dan kesejahteraan di akhirat serta akhlak yang mulia.

Untuk menghasilkan kebaikan yang demikian Islam memberikan tolok ukur yang jelas, yaitu selama perbuatan yang dilakukan itu ditujukan untuk mendapat kerilaan Allah yang dalam pelaksanaanya dilakukan dengan ikhlas. Perbuatan akhlak dalam Islam baru dikatakan baik apabila perbuatan yang dilakukan dengan sebenarnya dan dengan kehendak sendiri itu dilakukan atas dasar ikhlas karena Allah. Untuk itu peranan niat yang ikhlas sangat penting.

Selanjutnya dalam menentuka perbuatan yang baik dan buruk itu, Islam memperhatikan kriteria yang lainnya yaitu dari segi melakukan perbuatan itu. Seseeorang yang berniat baik, tetapi dalam melakukannya menempuh cara yang salah, maka perbuatan tersebut dipandang tercela. Contohnya orang tua yang memukul anaknya  sampai cacat seumur hidup tetap dinilai buruk sungguhpun niatnya agar anak itu menjadi baik. Selain itu perbuatan yang dianggapa baik dalam Islam juga adalah perbuatan yang sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan Al-Sunnah, dan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

Al-Qur’an dan Al-Sunnah bukanlah sumber ajaran yang tertutup, melainkan terbuka untuk menghargai bahkan menampung pendapat akall pikiran, adat istiadat dan sebagainya yang dibuat oleh manusia, dengan catatan semua itu tetap sejalan dengan petunjuk Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Ketentuan baik dan buruk yang terdapat dalam etika dan moral dapat digunakan sebagai sarana atau alat untuk menjabarkan ketentuan baik dan buruk yang ada dalam Al-Qur’an.

Cara menghormati orang tua, cara menghormati tetangga, cara menepati janji, cara berbuat baik kepada yatim piatu dan sebagainya memerlukan bantuan penjabaran dari hasil daya ijtihad akal dan budaya manusia. Di sinilah letak sifat baik dan buruk menurut ajaran agama Islam, yaitu darisatu segi mengandung nilai universal dan mutlak yang tidak dapat berubah, sedang pada segi lain dapat menampung nilai yang bersifat lokal, dan dapat berubah sebagaimana yang diberikan oleh etika dan moral. Dengan demikian keuniversalan ketentuan baik dan buruk dalam ajaran Islam tetap sejalan dengan kukhususan yang terdapat pada nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Baik atau kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai manusia. Sedangkan buruk adalah segala sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik, dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia. Baik dan buruk sebenarnya.
Sejumlah pandangan filsafat yang digunakan dalam menilai baik dan buruk yaitu: aliran adat-istiadat (sosialisme) , hedonisme, intuisisme (humanisme), utilitarianisme, vitalisme, religiosisme, evolusi. Sifat dan corak baik-buruk yang didasarkan pada pandangan-pandangan filsafat sesuai dengan filsafat itu sendiri, yakni berubah, relatif nisbi, dan tidak universal. Sifat baik buruk yang dikemukakan berdasarkan pandangan tersebut sifatnya subyektif, lokal dan temporal. Dan oleh karenanya nilai baik dan buruk itu sifatnya relatif.
Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jika kita perhatikan Al-Qur’an maupun Hadits dapat dijumpai berbagai istilah yang mengacu kepada baik, dan ada pula istilah yang mengacu kepada yang buruk. Diantara istilah yang mengacu kepada yang baik misalnya : ai hasanah, thayyibah, karimah, mahmudah, azizah, al birr. Penjelasan tentang sesuatu yang baik menurut ajaran Islam jauh lebih lengkap komprehensif. Kebaikan dalampandangan Islam meliputi kebaikan yang bermanfaat bagi fisik, akal, rohani, jiwa, kesejahteraan di dunia dan di akhirat serta akhlak yang mulia.



DAFTAR PUSTAKA

Anuz, Gasim, bin, Fariq, Bengkel Akhlak, (Jakarta: Darul Falah, 2002), cet. I
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006).
Poedjawijatna, Etika Filsafat Tingakah Laku, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), cet. IV
Nasir, A, Sahilun, Tinjauan Akhlak, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1991), cet I
Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak,(Jakarta: Raja

Previous Post
Next Post

0 komentar: