Paradigma Pendidikan Kolonial dan Pendidikan Rakyat


Sebagai sebuah realitas yang tidak bisa ditawar-tawar pendidikan memiliki peran yang teramat urgen bagi perkembangan pribadi manusia. Pendidikan berakar dari kata didik yang berarti mengarahkan ataupun membimbing. Segala upaya yang diarahkan untuk mendidik ataupun membimbing seseorang merupakan bagian dari upaya pendidikan. Komponen pendidikan yang paling fundamen dari sebuah proses pendidikan adalah pendidik dan peserta didik. Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia dan harus bisa menyelamatkan manusia dari ketertindasan, kemiskinan, kemelaratan dan marginalisasi bukan malah mengayakan yang sudah kaya dan tidak memberi kesempatan bagi yang miskin untuk menjadi orang kaya.
Pendidikan yang layak di Indonesia masih belum merata di seluruh daerah. Pendidikan di kota-kota lebih maju dibanding dengan pendidikan di desa. Fasilitas-fasilitas pendidikan di kota lebih lengkap meskipun sama-sama sekolah negeri. Apalagi kalau dibanding dengan sekolah swasta.


Pendidikan gratis di Indonesia baru pada tingkat sekolah dasar (SD dan SLTA) dengan adanya BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Untuk sekolah di tingkat SLTA masih belum terlaksana apalagi perguruan tinggi. Masyarakat banyak yang tidak mampu menyekolahkan anaknya sampai tingkat perguruan tinggi karena masalah biaya. Kelihatannya pendidikan tinggi hanya milik orang kaya saja. Pendidikan gratis di Indonesia malah dijadikan komoditas politik yaitu dengan mengkampayekan pendidikan gratis untuk menarik simpati rakyat tetapi kenyataanya malah banyak perguruan tinggi terkemuka yang diprivatisasi dan berubah statusnya menjadi BHMN (Badan Hukum Milik Negara). Hal ini ditengarai untuk menghapuskan subsidi dari pemerintah terhadap perguruan tinggi. Dengan diprivatisasinya perguruan tinggi akan menjadi monster yang menakutkan bagi anak bangsa yang mempunyai keinginan melanjutkan pendidikan tinggi dan memiliki kecerdasan tetapi tidak memiliki biaya.

Pendidikan Kolonial
Paradigma sistem pendidikan-pengajaran Hindia Belanda memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Tujuan utama pendidikan kaum terpelajar  ialah membentuk orang-orang yang terampil untuk pelaksanaan operasional seluruh mekanisme Hindia Belanda sebagai pembantu.
  2. Kaum terpelajar pribumi harus dipisahkan secara halus dari rakyat dengan cara menguasai bahasa Balanda / asing dan tata cara kehidupan metropol.
  3. Mata pelajaran dan tunjuan pengajaran disesuaikan dengan berpedoman pada kebutuhan struktur-struktur industri dan bisnis besar metropol yang mengarah pada profesi sebagai pesuruh, dan pelaku teknis.
  4. Devide et impera dilakukan antara lapisan-lapisan berijazah yang diperketat oleh mekanisme pengajaran dan penghukuman.
  5. Sistem penerimaan murid secara formal harus terbuka bagi setiap calon yang memenuhi syarat, akan tetapi secara faktual diusahakan, agar mendahulukan putra putri kaum elite.
  6. Sekolah-sekolah formal harus diberi status, perioritas dana serta perhatian melebihi pendidikan-pengajaran non formal, karena sekolah-sekolah formal umumnya adalah tempat pendidikan anak-anak elite, sedangkan pengajaran non formal umumnya menampung anak-anak lapisan rakyat.
  7. Hubungan antara guru murid harus dijaga, agar jangan menjurus ke arah dialog yang dapat menurunkan status hirarkis para guru selaku instruktur dan pihak pemberi kepandaian dan keterampilan yang sudah diseleksi.
  8. Dunia persekolahan dibuat bermacam-macam mekanisme dan persyaratan, sehingga menguntungkan kaum elite.
  9. Kreativitas dan inisiatif dianjurkan tetapi hanya dalam bidang-bidang pelaksanaan raja dan hanya dalam kerangka paradigma yang sudah dibatasi secara selektif, termasuk menciptakan kampus yang a-politis, terpisah dengan pemukiman serta penetapan hirarki maupun label sekolah pemerintah dan swasta.

Pendidikan pengajaran di dalam paradigma neo-kolonial atau metropolitan hanya diajukan demi fungsinya terhadap kebutuhan-kebutuhan pihak metropol tidak demi rakyat dalam periferi. Orang dididik sebagai pelaksana setia belaka dari pengambilan-pengambilan keputusan yang datang dari penguasa metropol dan tidak menjadi pemikir-pemikir, konseptor yang kreatif yang tampil untuk setiap saat mengadakan adjustments dalam pelbagai alternatif-alternatif yang mungkin.

Analisis : 
Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, pendidikan yang bercorak kolonial sekarang ini masih juga ada meskipun tidak seperti dulu. Masih ada guru yang berpandangan bahwa dia adalah orang yang paling pandai dikelas yang merupakan satu-satunya sumber belajar untuk siswa sehingga terjadi kegiatan belajar yang monoton (satu arah, dari guru kepada murid) dan membosankan, sulit untuk menciptakan diskusi antar guru dan murid. Biasanya metode yang digunakan guru adalah metode ceramah. Guru tidak menerima masukan dari siswa, pendapatnya tidak bisa disangkal walaupun belum tentu benar. Apapun yang disampaikan guru kepada murid harus dituruti dan harus dianggap benar. Kalau siswa belajar dalam kondisi kelas seperti di atas mereka menjadi tidak kreatif dan cenderung menerima dan melaksanakan begitu saja keputusan yang telah dibuat tanpa ada improvisasi.


Ilmu yang didapat dari sekolah banyak yang hilang sia-sia karena dalam kehidupan sehari-hari ilmu itu tidak banyak digunakan atau bisa dikatakan banyak yang tidak berguna. Ilmu-ilmu yang dipelajari di sekolah sebagian besar adalah teori. Misalnya berdagang, tidak cukup dengan teori tetapi harus ada pengalaman dan pengalaman berdagang tidak dipraktekan dalam sekolahan. Mungkin kalau ada Cuma teori-teorinya saja, siswa tidak diajak untuk berdagang sehingga siswa juga tidak pernah merasakan manisnya mendapat untung dan pahitnya bangkrut. Sepertinya sekolah hanya untuk mendapat ijazah yang hanya dapat digunakan untuk melamar menjadi buruh.

Pendidikan sekarang ini kebanyakan masih menjadi milik orang kaya. Sedikit anak orang miskin yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang tinggi seperti kuliah. Dalam penerimaan mahasiswa di universitas-universitas yang terkemuka masih memihak calon-calon mahasiswa dari anak orang kaya. Sekarang ini mungkin sudah menjadi rahasia umum kalau ingin masuk jurusan favorit dari universitas tertentu harus berani membayar uang puluhan juta. Tentu ini akan mengurangi kesempatan bagi calon mahasiswa-mahasiswa dari kalangan orang kurang mampu yang mempunyai semangat untuk melanjutkan kuliah.

Pendidikan Rakyat
Pendidikan harus mampu menjadi penyelamat manusia dari ketertindasan, kemiskinan, kemelaratan dan marginalisasi. Upaya untuk memanusiakan manusia merupakan segmen utama dari pendidikan. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, pada pasal 5 dijelaskan “ bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu” itu artinya setiap anak bangsa di Negeri ini memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan tanpa melihat latar belakang kehidupnnya. dengan pendidikan manusia hina menjadi bermartabat. Bahkan dengan pendidikan masyarakat jahiliyah di masa Rasul, Muhammad SAW menjadi mulia. Hal itu tidak lepas dari didikan Nabi Muhammad SAW terhadap kondisi masyarakat Quraisy yang sangat jahiliyah. Dari didikan Nabi Muhammad SAW ini bermunculan orang-orang besar yang kemudian membesarkan Islam sampai ke penjuru jazirah Arab dan Eropa.


Sejatinya seluruh lapisan masyarakat dapat mengenyam pendidikan yang sama bukan hanya masyarakat yang mampu saja karena pendidikan merupakan hak seluruh warga masyarakat. Kalau bangsa ini ingin bercermin, Negara Jerman dapat kita jadikan contoh. Negara Jerman mampu mengelola pendidikan gratis, meskipun gratis namun dalam tataran kualitas tentu tidak dapat diragukan lagi. Kalau upaya mengratiskan pendidikan tidak mampu untuk semua tingkat pendidikan minimal tingkat pendidikan dasar (SD dan SLTP) tidak dipungut biaya (UU No. 20 Tahun 2003). Dan sekarang ada dana BOS (Bantuan Opersional Sekolah) yang dapat menggratiskan biaya pendidikan. Tetapi masalah kualitas dari sekolah masih perlu kita tingkatkan. Dengan adanya BOS diharapkan tidak ada lagi keluhan masalah dana. Tetapi pada kenyataanya masyarakat masih memilih sekolah swasta khususnya di kota-kota karena di kota persaingan antar sekolah sangat ketat, tentu saja saingan masalah kualitas. Meskipun harus membayar mahal, para orang tua tetap memilih menyekolahkan anaknya di sekolah swasta dengan alasan kualitas sekolah swasta lebih baik dari kualitas sekolah negeri. Bahkan ada yang berfikiran bahwa sekolah yang gratis kualitasnya tatap kalah dengan sekolah yang bayar. Kalau benar sekolah swasta lebih baik dari pada sekolah negeri tentu anak orang mampulah yang dapat mengenyam pendidikan yang berkualitas dan lagi-lagi anak orang tidak mampu hanya bisa mengenyam pendidikan yang kualitasnya masih di bawah pendidikan anak orang mampu.

Analisis : 
Untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia, maka Bangsa Indonesia harus mempersiapkan suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang benar-benar merakyat dan tidak terjerat dalam sistem neo-kolonialisme dan elitisme. Karena dambaan rakyat yang ingin maju tidak akan dari kaum elit tetapi dalam mitos nasionalisme dipahami bahwa kemajuan dan emansipasi rakyat hanya datang dari rakyat itu sendiri. Bangsa Indonesia harus berani percaya pada kekuatan dan kemampuan serta bakat-bakat dan kearifan praktis dari rakyat yang paling hina dina sekalipun. Tanpa kepercayaan itu akan kandas sebelum mulai. Upaya membangun paradigma baru tidak perlu menunggu kematangan kebudayaan, sebab hal itu terlalu melingkar jauh dan akan membuat orang tidak sabar karena membutuhkan waktu yang lama. Kebudayaan baru akan terbentuk seiring dengan pengalaman dan waktu belajar.

Kesimpulan
Pendidikan di Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai masalah, antara lain masalah pemerataan pendidikan, kualitas pendidikan, biaya pendidikan yang dianggap masih terlalu mahal dan tentunya masih banyak lagi masalah yang lain. Untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia, maka Bangsa Indonesia harus mempersiapkan suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang benar-benar merakyat dan tidak terjerat dalam sistem neo-kolonialisme dan elitisme
Upaya membangun paradigma baru tidak perlu menunggu kematangan kebudayaan, sebab hal itu terlalu melingkar jauh dan akan membuat orang tidak sabar karena membutuhkan waktu yang lama. Pendidikan di Indonesia harus diupayakan untuk memihak masyarakat yang miskin. Orang yang kaya tidak usah dibantu untuk kaya lagi. Tanpa bantuan mereka sudah bisa menjadi orang yang berpendidikan tinggi dan tentunya bisa jadi orang kaya. Tetapi orang yang miskin perlu bantuan untuk menjadi orang berpendidikan karena pendidikan di Indonesia mahal dan tentunya dengan pendidikan diharapkan bisa memperbaiki taraf hidup mereka. Dambaan rakyat yang ingin maju tidak akan dari kaum elit tetapi dalam mitos nasionalisme dipahami bahwa kemajuan dan emansipasi rakyat hanya datang dari rakyat itu sendiri. Bangsa Indonesia harus berani percaya pada kekuatan dan kemampuan serta bakat-bakat dan kearifan praktis dari rakyat yang paling hina dina sekalipun.


Daftar Pustaka

Arifin, Zainul, Ahmad, Paradigma Pendidikan Rakyat Sebuah Pemikiran, (Solusi) Vol.2 No. 1
amarullahnasution.blogspot.com
www. asrulnasution5.com
www. mk-anam.html

Previous Post
Next Post