Saya ingin mengetahui jarak rumah masing-masing siswa ke sekolahan, baik sekolahan timur (gedung timur) maupun sekolahan barat (gedung barat), karena SD N Kedungprimpen mempunyai 2 gedung.
"Siswa yang rumahnya dekat dengan SD timur coba angkat tangan!" saya tanya mereka. Separuh lebih sedikit yang angkat tangan, sisanya tidak.
Saya tanya lagi, "Siswa yang rumahnya dekat dengan SD barat angkat tangan!" semua siswa tidak angkat tangan.
"Loh, kok tidak angkat tangan semua? Siswa yang tidak angkat tangan ketika pertanyaan pertama kok tidak angkat tangan lagi?" Ada anak perempuan menoleh kepada temannya yang duduk di belakangnya, bertanya dengan sedikit berbisik, "Kamu tadi kok tidak angkat tangan, rumahmu mana, sih?". Teman di belakangnya menjawab, "Kamu sendiri tidak angkat tangan kok menyelahkan saya! Memang rumahmu mana?
Dengan sedikit emosi saya melihatnya, kemudian saya bilang, "Lha, kamu sendiri tidak angkat tangan kok menyalahkan temanmu?"
Anak itu cepat-cepat menghadap ke depan, melirik sebentar ke arah saya, kemudian diam, dan teman dibelakangnya bilang, "Kapok!" dengan suara pelan tapi dengan raut muka agak mengejek.
Awalnya agak sedikit emosi melihat respon siswa terhadap pertanyaan yang saya ajukan. "Masak sudah kelas VI kok masih belum paham pertanyaan seperti itu?", kataku dalam hati. Tapi, akhirnya saya sadar, mungkin pertanyaan saya yang kurang bisa dipahami siswa, kemudian saya tanya kepada siswa yang tidak angkat tangan, "Kenapa kalian tidak angkat tangan, memangnya rumah kalian mana?"
Semua diam.
"Apakah rumah kalian jaraknya jauh dengan SD timur?"
"Ya, Paaak?" mereka menjawab
"Kenapa kalian yang rumahnya jauh dengan SD timur tidak angkat tangan ketika siswa yang rumahnya dekat dengan SD barat saya suruh angkat tangan?", saya tanya lagi.
"Karena rumah saya juga jauh dengan SD barat, Paaak?" Mereka menjawab.
Astaqfirullahaladzim, ternyata, rumah mereka (yang tidak angkat tangan), jauh dengan SD barat, juga jauh dengan SD timur.
"Oooooo....gitu, ya. Begini, lho, meskipun rumah kalian jauh dengan kedua gedung SD, paling tidak ada selisihnya. Masak jaraknya sama persis?", saya bertanya sambil sedikit tersenyum di mulut dan tertawa dalam hati.
"Ooo... begitu, to, Pak?" Mereka akhirnya memahami yang saya maksud.
Saya bisa mengambil kesimpulan dari kejadian ini bahwa, bila bertanya kepada siswa harus mengetahui tingkat pemahaman siswa. Tidak boleh langsung emosi hanya karena respon yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Bahasa yang digunakan juga harus jelas. Kalau tidak, siswa akan kesulitan memahami apa yang disampaikan.